Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

WEBINAR

INDEKS BERITA

Tag Terpopuler

Sastra Lisan Dendang Pauh di Persimpangan Jalan

Jumat, 18 Agustus 2023 | Agustus 18, 2023 WIB Last Updated 2023-08-25T02:07:20Z

 


Oleh

s

Dendang Pauh merupakan satu di antara sekian banyak sastra lisan yang ada di Minangkabau. Dendang Pauh hidup dan berkembang di Kota Padang, tepatnya di Kecamatan Pauh dan Kecamatan Kuranji. Sastra lisan Dendang Pauh dimainkan oleh dua orang.


Seorang berperan sebagai tukang tiup saluang dan satu orang lagi berperan sebagai  tukang bawakan dendang, cerita, atau tukang kaba. Kedua pemain dendang Pauh paham dan padu dalam memainkan Dendang Pauh. Bagi pendendang, dia akan tahu pada bait mana ia akan mulai bernyanyi membawakan kaba. 


Demikian juga dengan tukang saluang, ia akan faham  waktu meniup saluang sehingga terjalin kepaduan dalam sastra lisan Dendang Pauh.


Biasanya Dendang Pauh akan dimulai dengan bunyi intro yang diiringi dengan bunyi nada pengantar.  Seperti kutipan berikut.

Aaaaiiii….

Nyaaiiii….

Nyaaaaaiiii.


Setelah itu,  baru dimulai dengan pantun pembuka.  Biasanya pantun seperti di bawah ini.

Yo rang panggang kayu gadang. Di balik batang si galaduang. Duduk tamanuang ati mamang. Elok lah nyanyi kito sambuang


Selain itu, sampiran yang selalu ada dalam setiap penampilan Dendang Pauh adalah

Salasa alai Banda Buek

Jerak bajerai pakadain


Selain itu, irama yang lazim pada Dendang Pauh ada beberapa macam  irama dan masing-masing irama tersebut mempunyai ciri khas dan keunikan masing-masing.  Irama tersebut adalah, Irama Pado-Pado, Irama Pakok Anam, Irama Pakok Lim, Irama Malereang, Irama Lambok Malam.  


Keberadaan sastra lisan Dendang Pauh pada masa sekarang ini menjadi sebuah pertanyaan.


 Setidaknya dapat dilihat dari dua aspek pada sastra lisan. Pertama,  penutur atau pendendang, kedua dari segi penikmat, penonton atau audience. Kedua aspek ini saling ketergantungan. Saling mempengaruhi satu sama lain.


Harus diakui,  pada masa sekarang ini penutur atau pendendang pada sastra lisan Dendang Pauh, baik pesalung dan tukang kaba mengalami pengurangan dari aspek jumlah.


Berkurangnya jumlah pesaluang dan pendendang dalam sastra lisan Dendang Pauh,  karena selain dari mereka sudah tua dan sebagian lain sudah meninggal dunia, disebabkan  faktor usia


Pada masa lalu, siapa orang Pauh dan Kuranji tidak mengenal tukang Dendang Pauh Harun Rajo Bujang dan tukang saluang Syarif Bagindo Basa, Titik Rajo Basa, Buyuang  Nyaih, dan Kaidir.


Pada masa sekarang ini tentu kita bisa menyebut nama Can Malin Sampono, Ridwan Rajo Panduko, Pak Indiak, Pak Ican, Pak Lolit, Burhan (Si Rabun), Uniang Deli, Iceh Sutan Sampono, Mali Rajo Bujang, Uncu, Mak Itam, Ongga Darmawan. Akan tetapi, hampir semua dari meraka sudah berusia lanjut.


Pertanyaannya kemudian bagaimana pewarisan atau regenerasi pada Dendang Pauh. Kita hanya bisa menyebut nama Zam, Lecek, Jafri. Tentu ini menjadi keprihatinan kita. Bahwa regenerasi pada sastra lisan Dendang Pauh menjadi pertanyaan besar.


Tantangan lain adalah, bagaimanakah peran  orang Pauh dan Kuranji dalam melestarikan sastra lisan milik mereka ini. Keseriusan orang Pauh dan Kuranji sangat diharapkan dalam hal ini.


Sastra lisan ini,  akan selalu eksis ketika masyarakat juga berperan dalam melestarikannya. Sehingga sastra lisan Dendang Pauh tidak berada di persimpangan jalan atau diambang kepunahan. Semoga tidak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update